Sekarang saya memandang dunia sistem informasi itu rasanya dengan sedikit agak terang. Banyak sih teori-teori, kurva dan kuadran yang berkaitan dengan sistem informasi, namun apa gunanya teori ketika tidak terbayangkan untuk mengimplementasikannya, tul ndak?, berguru dari analis dan praktisi, mereka memiliki kemampuan untuk memetakan masing-masing teori tersebut kedalam kasus yang sudah pernah dia pecahkan, ckckckk, daku ta'jub dengan keluasan ilmu informatika.
Pemahaman yang saya bawa kemana-mana selama ini memang lebih menekankan bahwa informatika itu dekatnya dengan engineering (kalau di bahasa indonesiakan sih namanya rekayasa, terlepas cocok atau tidaknya, untuk sementara tetap kita gunakan istilah ini saja dulu). Pemahaman mengenai teknik-teknik permodelan aplikasi, cara membuat requirement system, programming, memetakan kasus kedalam sebuah bagan (ASI, DFD, ERD) atau kurva matematik (BCG Matrix, Hype Cycle) . Memang, sekilas saya lebih memandang kedekatan informatika dengan matematika, minimalnya algoritma, logika, himpunan de el el. Benar, komputasi adalah akar dari informatika, dari logika dan algoritmalah semua ilmu engineering berasal, dan saya senang saja penciptanya adalah Abu Abdullah Ibnu Musa Al Khwaritzmi (dalam lidah orang barat dibaca algoritm, ceritanya begitu makanya nama ilmunya algoritma). Tentu saja itu menjadi kontribusi Islam :), sebagai muslim wajar dong seneng.
Tapi saya sepertinya lupa, bahwa induk dari informatika sendiri, selain matematika adalah ilmu manajemen, sebagaimana disampaikan John Piot, The Executive Guide to Information Technology, "ada jurang antara pihak manajemen dengan IT", IT hanya dipandang menghabis-habiskan dana saja. Karena biasanya mereka setiap tahunnya selalu menaikkan anggaran, namun tidak terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kinerja. Dalam IT Doesnt Matter, malah disampaikan, jika perusahaan menginvestasikan dananya untuk menambah daya listrik keperluan kantor, maka kinerjanya akan langsung nampak (lampu-lampu sertamerta hidup, tidak ada lagi istilah mati lampu karena kekurangan daya, serta kinerja-kinerja yang langsung tampak ketika dilakukan penambahan daya), tidak sama dengan TI yang diinvestasi namun malah tidak menghasilkan kinerja seperti yang diinginkan (contoh dari Pak Kridanto Surendro diambil dari "IT Doesnt Matter"), kalaupun ada kinerjanya tidak terukur, apakah sudah bisa menjawab investasi yang diberikan atau belum? siapa yang tahu?.
Hal ini dilatarbelakangi oleh kemampuan orang-orang yang menjadi manajer TI tidak memiliki kemampuan manajemen, namun biasanya praktisi yang ahli dibidangnya. Sehingga tentu saja memiliki kemampuan teknis yang lebih baik, dan bekerja sebagaimana layaknya praktisi, meskipun manajemen adalah keterampilan bukan sebuah ilmu, namun keterampilan jika ditambah dengan ilmu bukannya akan lebih baik?, karena itu sokongan manajemen sangat besar dalam informatika. Dalam menjembatani gap antara Manajemen dan IT. Tidak salah salah satu konsentrasinya adalah Manajemen dan Informatika. Maka tidak mengherankan banyak orang dengan prestasi biasa saja dalam mata orang informatika (tidak mampu melakukan pemrograman, IPK tidak terlalu tinggi), melenggang dengan sukses sebagai manajer IT. Mereka memiliki kemampuan manajemen!, mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada (termasuk orang) dan mengarahkannya ke satu arah: mencapai tujuan!. Bagaimana seorang pakar visual basic bisa memimpin tim?, kalau dia hanya maunya bekerja sendiri, bikin proyek sendiri, bikin disain repot sendiri, bikin kontrak sendiri, bikin modul sendiri, sampai koding juga sendirian (karena takut ilmunya ditiru orang lain :P). Sedangkan melimpahkan wewenang adalah bagian utama dari "gawe" seorang manajer, selain tentunya mengambil keputusan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar